MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata
Kuliah : Hadits
Dosen
Pengampu : Dr. Hj. Nur Mahmudah
Disusun
Oleh :
Muchamad
Abdurrochman Luthfi
(1410210029)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH / PBA
TAHUN 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
lahir sebagai makhluk individual.
Individu berasal dari kata individuum artinya tak terbagi.[1] Namun
manusia tidak mampu hidup sendiri. Sebab manusia pada umunya itu bergantung
pada manusia lain.
Islam adalah agama yang syumuul atau lengkap .Islam sudah menyediakan
seperangkat aturan dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini agar selamat baik
di dunia maupun di akhirat. Ajaran Islam tak hanya mengatur hubungan antara seorang
manusia dengan Rabb-Nya (hablum minallah), melainkan juga telah mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia yang lain (hablum minannaas).
Ini merupakan suatu anugrah dan kemudahan bagi manusia.
Dalam kehidupan bermasyarakat ini, tentunya seorang muslim tidak hanya hidup
di tengah sesame kaum muslimin. Di tengah-tengah kita juga ada kaum kafir yang
juga hidup bersama-sama dengan kita. Maka sungguh indah ajaran Islam, karena
Islam juga telah mengatur dan mengajarkan bagaimana harusnya seorang muslim dalam
berdampingan dengan orang kafir.
B.
RumusanMasalah
1.
Bagaimana hubungan
antar agama menurut hadits pertama ?
2.
Bagaimana hubungan
antar agama menurut hadits kedua ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Antar Agama Menurut Hadits pertama.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ مَا
يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَ أَبُو يَعْلَى)
Artinya : “Dari Anas bin Malik RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
“Demi (Allah) yang jawaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang hamba sehingga
dia mencintai tetangganya sebagaimanadia mencintai dirinya sendiri.” (HR.
Muslim dan Abu Ya’la).
٭SyarahHadits
Hadist ini
menerangkan tentang memuliakan hak tetangga dan saudara. Pada hadist ini dinyatakan
bahwa tidak beriman sesorang secara lengkap apabila tidak mencintai tetangganya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri menurut pendapat ulama’. Telah diterangkan
pada hadist Nasa’I :
{ حَتَّى
يُحِبَّ لِأَخِيهِ مِنْ الْخَيْرِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ }
Artinya : “… sehingga ia mencintai saudaranya dalam kebaikan sebagaimana
ia mencintai dirinya sendiri”.
Para ulama’ berpendapat maksud dari hadist di atas yaitu menta’ati
urusan-urusan yang diperbolehkan. Ibnu sholah berpendapat tidak sempurna iman salah
satu dari kalian sehingga ia mencintai saudaranya seagama dalam hal kebaikan sebagaimana
iamencintai dirinya sendiri.
Tidak akan
berkurang suatu pun dari dirinya ketika melakukan hal tersebut. Namun melaksanakan
perintah dalam hadist tersebut sangatlah mudah bagi orang-orang yang memiliki hati
yang sehat dan sangat sulit dilakukan bagi orang-orang yang memiliki penyakit hati
seperti ujub, takabbur, riya, hasud dan lain sebagainya.
Tetangga
yang dimaksudkan pada hadist ini adalah orang-orang yang tinggal di dekat rumah
kita.Ada pula yang berpendapat bahwasanya tetangga adalah orang-orang yang jarak
tempat tinggalnya berjarak empat puluh rumah dari tempat tinggalnya. Para
ulama’ berbeda pendapat tentang penentuan jangkauan jarak tempat tinggal.
Mencintai diri
sendiri tidaklah cukup untuk menggambarkan kualitas keimanan seseorang,
melainkan juga harus dibuktikan dengan mencintai semua tetangganya. Kata
“tetangga” dalam teks hadis ini cakupannya bersifat umum, yakni tetangga sesama
Muslim atau tetangga non Muslim.
Sebagaimana diketahui,
Rasulullah SAW tidak hanya bertetangga dengan Muslim namun beliau juga bertetangga
dengan non Muslim. Di sekitar Madinah kala itu ada orang Yahudi, Nasrani, dan lainnya.
Mereka sama-sama mempunyai hak untuk dicintai. Dalam riwayat lain, mereka juga punya
hak untuk mendapatkan kedamaian.
B.
Hubungan Antar Agama
Menurut Hadits Yang Kedua
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَعْبَدٍ
قَالَ : ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِي قَالَ ثنا حَيْوَةُ بْنُ
شُرَيْح قَالَ : ثنا شُرَحْبِيلُ بْنُ شَرِيكٍ الْمَعَافِرِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ
أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ { خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ
خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
} حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي دَاوُد قَالَ : ثنا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ
الْوَاسِطِيُّ قَالَ : ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ قَالَ : ثنا حَيْوَةُ
ثُمَّ ذَكَرَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ .
Artinya : Telah menceritakan kepada
kami Ali bin Ma’bad dia berkata : menceritakan kepada kami Abdullah bin yazid
Al muqri dia berkata : menceritakan kepada kami chaiwah bin syuraih dia berkata
: menceritakan kepada kami syurahbiil bin syarik Al mu’afiriyyu bahwasannya dia
mendengar Abu Abdirrohman Al hubli menceritakan dari Abdullah bin Amrin bin ‘Ash
radhiya Allahu ‘anhuma sesungguhnya rosulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik
sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik di antara mereka terhadap sesama
saudaranya. Dan, sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik di
antara mereka terhadap tetangganya.”Menceritakan kepada kami ibnu Abi Dawud
dia berkata :menceritakan kepada kami Sa’id bin Sulaiman Al wasithi dia berkata
: menceritakan kepada kami Abdullah bin Al mubarok dia berkata : menceritakan kepada
kami haiwah kemudian menyebutkan dengan sanadnya hal yang sama.
٭Syarah Hadits
Kita dapat mentela’ah dari hadist ini bahwa rasulullah menggambarkan tentang bagaimanasahabat dan tetangga yang baik.
Berbuat baik kepada teman dan tetangga merupakan salah satu pemenuhan hak-hak
orang lain, sehingga apabila kita melakukannya maka kita melakukan kewajiban kita
sebagai tetangga atau teman. Berbuat baik tidak dibatasi pada sesam aumat islam saja tetapi semua makhluk yang ada di bumi. Dan barang siapa yang berpegang
teguh pada perintah Allah dalam memuliakan tetangganya melebihi dia memuliakan dirinya
sendiri maka dia telah menjadi sebaik-baiknya teman dan tetangga yang
dimaksudkan oleh nabi pada hadist diatas. Kepada Allah lah kita berharap taufiqNya.
Pada teks hadits di atas tampak jelas
bahwa sebaik-baik insan Muslim adalah dia yang terbaik mu’amalah (hubungan
sosialnya) dengan semua tetangganya, baik tetangga Muslim maupun non Muslim. Mereka semua harus mendapatkan sentuhan kasih sayang dan kedamaian.
Itulah sebabnya, sejarah membuktikan bahwa
banyak unsur masyarakat yang berdampingan secara damai dengan Rasulullah, sebelum
Madinah dinyatakan sebagai tanah haram (yang tidak boleh dihuni kecuali oleh
Muslim). Rasulullah SAW kala itu bahkan bertetangga dengan orang Yahudi, Nasrani, dan
lain-lain secara damai.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hadits Pertama: Mencintai diri sendiri tidaklah cukup
untuk menggambarkan kualitas keimanan seseorang, melainkan juga harus dibuktikan dengan mencintai semua tetangganya. Kata “tetangga” teks ini cakupannya bersifat umum, yakni tetangga sesama Muslim atau tetangga non Muslim. Kembali kesejarah, kita dapat melihat bahwa Rasulullah SAW tidak hanya bertetangga dengan Muslim namun beliau juga bertetangga dengan non Muslim. Di sekitar Madinah kala itu banyak dari mereka orang Yahudi, Nasrani, dan lainnya.
Hadits Kedua : Seorang Muslim yang baik adalah dia yang terbaik mu’amalah (hubungan sosialnya) dengan semua tetangganya, baik tetangga Muslim maupun non Muslim. Mereka semua harus mendapatkan sentuhan kasih sayang dan kedamaian.
Sejarahmembuktikanbahwabanyakunsurmasyarakat
yang berdampingansecaradamaidenganRasulullah, sebelumMadinahdinyatakansebagaitanah
haram (yang tidakbolehdihunikecualioleh Muslim).Rasulullah SAW
kalaitubahkanbertetanggadengan orang Yahudi, Nasrani, dan lain-lain secaradamai.
DaftarPustaka
Herimanto,
Winarno. IlmuSosial&BudayaDasar.BumiAksara. Jakarta. 2013.
Syekh
Ahmad ibn ‘aliibnhajar.KitabSubulus Salaam.
0 comments:
Post a Comment