lagu

ikut

Sunday, June 12, 2016

LINGUISTIK NON ARAB DAN SEJARAHNYA






LINGUISTIK NON ARAB DAN SEJARAHNYA

(Linguistik Barat, Indonesia, dan Para Linguisnya)

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Linguistik
Dosen Pengampu :





Disusun Oleh :
Muhammad Syarofiddin Akmal      (1410210001)
Kafia Ansori                                         (1410210019)
Muchamad Abdurrochman Luthfi   (1410210029)




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

JURUSAN TARBIYAH /  PENDIDIKAN BAHASA ARAB

TAHUN 2016




التجريد

قد اعلم الرب ادم اللغة لمعرفة الاسماء كلها وقد علمها ادم ابناءه للوصول الى فهم الكلام فى المحادثة  بينهم. وانتشرت اللغات من زمان كنعان ابن نوح الى الجزائر و تنمو من الكنعانية لغات متنوعة تنشأ الى بلاد متفرقة ومن اللغات هي الارمية و العبرية و  العربية و ما اشبه ذلك.

ولا تقع نشأة اللغة فى ارض بني اسرائيل فحسب. ظهرت كذلك فى اوروبا اساسان فى اللغة هما يونانية و لاتينية. فى هذين زمانين بدت افكار كثيرة فى بيان علم اللغة اجمالا من علماء الفلسفة السابقة مثل Plato , Aristoteles, Varro , Thomas Aquinas, هم الذين اول من وضع الافكار عن علم اللغة مقارنة بزمانهم. و اشتهرت افكارهم أثرت تأثيرا عظيما فى نشأة اللغة فى الغربي و احواله.

و بعد القرون جاءت افكار حديثة من شعبان اوروبا اكمالا و اتماما من الافكار القديمة منهم Ferdinan de Saussure. اشتهر رأيه عن langue و parole  و هو سمي بأبي علم اللغة. اما قوم Praha فهم الذين ينشرون الاراء عن علم الاصوات من جهة استعماله و اغراضه فى اللغة اللسانية. اما فرقة Glosematik فهم من تلاميذ فاردينان, يجعلون علم اللغة عاريا عن علم اخر هو علم قائم بنفسه لا يخلطه علم من علوم مختلفة.

بنمو الزمان تنمو كذلك الافكار فى علم اللغة , قد سبق الفكر و الرأي بان الاسس المهم هو علم الاصوات فى اللغة اللسانية.و وجدت افكار جديدة عن قواعد علم اللغة من Chomsky. بوجود هذا الفكر يكون علم اللغة علما كاملا يبحث فيه قواعد اللغة اجمالا و اصواتها فى التعبير. و كان الافكار و الاراء المذكورة لها تأثير عظيم فى علم اللغة كذلك فى بلدنا المحبوب اندونيسيا. و اشتهر البحث عن علم اللغة فى اندونيسيا منذ سنة 1950 ميلادية تقريبا

BAB I

PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah

Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia Barat dimulai sejak dua puluh empat abad yang lalu, yaitu abad IV sebelum Masehi. Asal muasalnya seorang ahli filsafat bangsa Yunani Kuno bernama plato (429 SM-348 SM) menelorkan pembagian jenis kata bahasa yunani kuno dalam kerangka telaah filsafatnya. Dalam kerangka telaah filsafatnya itu Plato membagi jenis kata bahasa yunani kuno menjadi dua golongan yakni onoma dan rhema. Onoma adalah jenis kata yang biasanya menjadi pangkal pernyataan dan pembicaraan. Rhema adalah jenis kata yang biasanya dipakai untuk mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan.[1]

Dalam perkembangan linguistik barat tidak luput dari para tokoh filsafat seperti Plato, Aristatoles dan lain-lain. Karena yang mendasari awal berkembangnya linguistik adalah pemikiran para filsuf yang hidup pada era tersebut. Kajian linguistik mulai berkembang pesatsejak zaman Romawi dan Pertengahan, sehingga lahirlah berbagai aliran-aliran yang mencoba menganalisa dan merumuskan tata bahasa secara umum.

Pemikiran-pemikiran yang sudah dirumuskan para ilmuan Yunani dan Romawi dikembangkan oleh para ilmuan sesudahnya sehingga lahirlah berbagai aliran linguistik, seperti linguistik strukturalis, transformasional. Aliran-aliran tersebut berkembang hingga masa sekarang dan memberi peranan penting dalam studi linguistik di berbagai instansi pendidikan.

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat kita ambil berbagai rumusan masalah, antara lain:

1.      Bagaimana sejarah dan perkembangan linguistik Tradisional?

2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan linguistik Strukturalis?

3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan linguistik Transformasional?

4.      Bagaimana sejarah dan perkembangan linguistik di Indonesia?


BAB II

PEMBAHASAN

A.          Linguistik Tradisional

Ada dua bahasa yang menjadi tolak ukur  dasar Linguistik di Eropa, yaitu: Yunani dan Latin. Bangsa Yunani lebih dahulu melakukan kajian bahasa, sebagaimana mereka mengkaji Filsafat. Besar kemungkinan landasan mereka dalam Linguistik adalah pemikiran Filsafat, pemikiran tersebut sangat berpengaruh dalam mengkaji Linguistik secara nyata.[2]

Sejarah dan perkembangan linguistik barat (non arab) dibagi menjadi 3 periode :

1.      Linguistik zaman yunani

2.      Linguistik Zaman romawi

3.      Linguistik Zaman pertengahan



v  Linguistik Zaman Yunani

Studi bahasa pada zaman yunani mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 SM sampai lebih kurang abad ke-2 M. jadi, kurang lebih sekitar 600 tahun. Masalah pokok kebahasan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos, dan (2) pertentangan antara analogi dan anomaly.[3]

Para filsuf mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat alami(fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, tidak dapat ditolak. Dalam bidang semantik kelompok yang menganut paham ini, yaitu kaum naturalis, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis. Misalnya, kat-kata yang disebut onomatope atau kata yang terbentuk berdasrkan peniruan bunyi. Sebaliknya kelompok lain, yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi. Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bias berubah. Onomatope menurut kaum konvensional hanyalah suatu kebetulan saja. Sebagian besar dari konsep benda, sifat, dan keadaan yang sama diungkapkan dalam bentuk kata yang berbeda.[4]

            Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi bahasa itu. Berikut ini akan kita bicarakan secara singkat.

1.      Kaum Sophis

Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad ke-5 S.M. mereka dikenal dalam studi bahasa, antara lain, karena:

a.       Mereka melakukan kerja secara empiris;

b.      Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu;

c.       Mereka sangat Mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa;

d.      Mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.



Salah seorang tokoh sophis, yaitu Protogoras, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat Tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan undangan. Tokoh lain, Georgias, membicarakan gaya bahasa seperti yang kita kenal sekarang.

2.      Plato (429 – 347 S.M.)

Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa terkenal, antara lain, karena:

a.       Dia memperdebatkan analogi dan anomaly dalam bukunya Dialoog. Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensional;

b.      Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira: bahasa adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata;

c.       Dialah orang yang pertam kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.



Apakah yang dimaksud dengan onoma dan rhema itu? Onoma (bentuk tunggalnya onomata) dapat berarti: (1) nama, dalam bahasa sehari-hari, (2) nomina, nominal, dalam istilah tata bahasa, dan (3) subjek, dalam hubungan subjek logis. Sedangkan yang dimaksud dengan rhema (bentuk tunggalnya rhemata), dapat berarti: (1) ucapan, dalam bahasa sehari-hari, (2) verba, dalam istilah tata bahasa, dan (3) predikat, dalam hubungan predikat logis. Keduanya, onoma dan rhema, merupakan anggota dari logos. Yaitu kalimat atau klausa.

3.      Aristoteles (384 – 32 S.M.)

Aristotelas adalah salah satu murid Plato. Dalam studi bahasa dia terkenal, antara lain, karena:

a.       Dia menambahkan satu kelas kata lagi atas pembagian yang dibuat gurunya, Plato, yaitu dengan syndesmoi. Jadi, menurut aristoteles ada tiga macam kelas kata, yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Yang dimaksud dengan syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubunga sintaksis. Jadi, syndesmoi itu lebih kurang sama dengan kelas preposisi dan konjungsi yang kita kenal sekarang.

b.      Dia membedakan jenis kelamin kata (atau gender) menjadi tiga, yaitu maskulin, feminine, dan neutrum.

Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa Aristoteles selalu bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian, definisi, konsep, makna, dan sebagainya selalu berdasarkan logika.

4.      Kaum Stoik

Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang pada permulaan abad ke-4 S.M. dalam studi bahasa kaum Stoik terkenal, antara lain, karena:

a.       Mereka membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa;

b.      Mereka menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa;

c.       Mereka membedakan tiga komponen utama dari studi bahasa, yaitu 1) tanda, symbol, sign, atau semainon; 2) makna, apa yang disebut, semainomen, atau lekton; 3) hal-hal diluar bahasa, yakni benda atau situasi;

d.      Mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian fonologi tetapi tidak bermakna, dan propheretal yaitu ucapan bunyi bahasa yang mengandung makna;

e.       Mereka membagi jenis kata menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan arthoron, yaitu kata-kata yang menyatakan jenis kelamin dan jumlah;

f.       Mereka membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplet, serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.

Dari uraian diatas tampak bahwa yang telah dihasilkan oleh kaum Stoik lebih jauh daripada yang telah dihasilkan oleh atau pada masa Aristoteles.

5.      Kaum Alexandrian

Kaum Alexandrian menganut paham analogi dalam studi bahasa. Oleh karena itulah dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai hasil mereka dalam menyelidik kereguleran bahasa yunani. Buku Dionysius Thrax ini lahir lebih kurang tahun 100 S.M. Buku ini diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad pertama Masehi dengan judul Ars Grammatika. Buku inilah yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa Eropa lainya. Karena sifatnya yang mentradisi, maka buku-buku tata bahasa tersebut kini dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisional. Jadi, cikal bakal tata bahasa tradisional itu berasl dari buku Dionysius Thrax itu.[5]   



v  Linguistik Zaman Romawi

Ketika bangsa Romawi menaklukan bangsa Yunani, mereka mengoper juga cara berfikir dan pendapat-pendapat bangsa Yunani tersebut. Semua istilah bahasa Yunani diterjemahkan kedalam bahasa Latin.[6] Boleh dikatakan orang Romawi mendapat pengalaman dalam bidang linguistik dari orang Yunani, seperti telah disebutkan bahwa pada awal abad pertama Remmius Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dyonisius Thrax ke dalam bahasa latin dengan judul Ars Grammatika. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal, antara lain, Varro (116 – 27 S.M.) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.



I.         Varro dan “ De Lingua Latina

Dalam buku De Lingua Latina yang terdiri dari 25 jilid, Varro masih juga memperdebatkan masalah analogi dan anomali seperti pada zaman Stoik di Yunani. Buku ini dibagi dalam bidang-bidang etimologi, morfologi, dan sintaksis. Apa yang dibicarakan dalam bukunya itu mengenai bidang-bidang tersebut berikut ini dibicarakan secara singkat.

a.       Etimologi, adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal-usul kata beserta artinya.

b.      Morfologi, adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukanya.



II.       Institutiones Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia

Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahasa Priscia ini, yang terdiri dari 18 jilid (16 jilid mengenai Sintaksis) dianggap sangat penting, karena:

a.      Merupakan buku tata bahasa latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara aslinya;

b.      Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara tradisional.

Dengan dua buah alasan diatas, buku tata bahasa ini kemudian menjadi model dan contoh dalam penulisan buku tata bahasa bahasa-bahasa lain di Eropa dan di bagian dunia lain. Sebagai buku tata bahasa tradisional, buku ini secara nyata dan pasti menggunakan semantik atau makna sebagai norma utama pembahasan bahasa, walaupun segi-segi formal bahasa juga dibicarakan.[7]





v  Linguistik Zaman Pertengahan

Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Dari zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain, adalah peranan kaum Modistae, Tata Bahasa Spekulativa, dan Petrus Hispanus.



            Kaum Modistae ini masih pula membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertengahan antara analogi dan anomali. Mereka menerima analogi karena menurutnya bahasa bersifat reguler dan universal. Sementara menurut tata bahasa spekulativa, kata tidak secara langsung mewakili alam dari benda yang di tunjuk. Semua bahasa akan mempunyai kata untuk konsep yang sama dan semua bahasa akan menyatakan kesamaan jenis kata dan kategori gramatikalnya.[8]



-          Pemikiran Thomas Aquinas

Thomas Aquinas atau dikenal juga thomas dari aquino dilahirkan di italia dan usia 19 tahun ia masuk ordo dominikan. Pemikiran filsafat thomas diwarnai oleh nuansa teologi dan pemikiran thomas yang lekat dengan teologi tersebut dalam sistematika filsafatnya merupakan karya yang terbesar pada periode abad pertengahan terutama karyannya yang berjudul summa theologiae (ichtisar teologi) (bertens, 1989 : 35). [9]

Menjelang Lahirnya Linguistik Modern

Menjelang lahirnya Linguistik modern, ada hal yang sangat penting dalam studi bahasa yaitu adanya anggapan bahwa ada hubungan kekerabatan antara bahasa sansekerta dengan bahasa-bahasa yunani, latin dan bahasa-bahasa jerman lainya.







B.     Linguistik Strukturalis

            Linguistik Strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Hal tersebut dikemukakan oleh bapak linguistik modern yaitu Ferdinan de Saussure.

1.      Ferdinan de Saussure (1857 - 1913)

Beliau dianggap sebagai bapak Linguistik Modern berdasarkan pandangan-pandangannya mengenai konsep: 1) Telaah Sinkronik dan Diakronik, 2) Perbedaan Langue dan Parole, 3) Perbedaan Signifiant dan Signifie, 4) Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di kemudian hari.[10]



2.      Aliran Praha

Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya yaitu, Vilem Mathesius (1882 - 1945). Tokoh-tokoh lainya adalah Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris Halle. Pengaruh mereka sangat besar di sekitar tahun tiga puluhan, terutama dalam bidang fonologi.

Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan  dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.[11]



3.      Aliran Glosematik

Aliran Glosematik lahir di Denmark; tokohnya antara lain, Louis Hjemslev (1899 - 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Namanya menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis dan terminologis sendiri.



Sejalan dengan pendapat de Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi (menurut de Saussure; signifiant) dan segi sisi (menurut de Saussure; signifie). Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh (1) forma ekspresi, (2) substansi ekspresi, (3) forma isi, dan (4) substansi isi. Pembedaan forma dari substansi berlaku untuk semua hal yang di telaah secara ilmiah; sedangkan pembedaan substansi dari isi hanya berlaku bagi telaah bahasa saja.



4.      Aliran Firthian

            Nama John R. Firth (1890 - 1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi Prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan-satuan fonematis berupa unsur-unsur segmental, yaitu konsonan dan vokal, sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segmen tunggal. Ada tiga macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal; (2) prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda; dan (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besar daripada fonem-fonem suprasegmental.



Selain terkenal dengan teori posodinya, Firth juga terkenal dengan pandangannya mengenai bahasa. Firth berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yang berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan.[12]



5.      Linguistik Sistemik

Nama aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K. Halliday, yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Sistemik Linguistik dalam bahasa indonesia disebut sistem linguistik (SL) pokok-pokok pandangan SL adalah:

                        Pertama, SL memberi perhatian penuh  pada segi kemasyarakatan bahasa. Kedua, SL memandang bahasa sebagai pelaksana. SL mengakui pentingnya perbedaan langue dari parole. Ketiga, SL lebih mengutamakan pemerian ciri-ciri bahasa tertentu beserta variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa. Keempat, SL mengenal adanya gradasi atau kontinum. Kelima, SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa yaitu subtansi, forma, dan situasi.   

6.      Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika

Nama Leonard Bloomfield (1877 - 1949) sangat terkenal karena bukunya yang berjudul language (1933), dan selalu dikaitkan dengan aliran struktural Amerika. Istilah strukturalis sebenarnya dapat dikenakan kepada semua aliran linguistic, sebab semua aliran linguistic pasti berusaha menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Satu hal yang menarik dan merupakan ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan suatu bahasa, pendekatannya bersifat empirik.[13]  



7.      Aliran Tagmemik

Aliran Tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield, sehingga aliran ini juga bersifat Strukturalis, tetapi juga Antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (kata ini berasal dari bahasa yunani yang berarti ‘susunan’).



Yang dimaksud dengan Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut. Misalnya, dalam kalimat pena itu berada diatas meja; bentuk pena itu mengisi fungsi subjek, dan tagmem subjeknya dinyatakan dengan pena itu.

.



C.    Linguistik Transformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya

            Sekian puluh tahun linguistik struktural digandrungi sebagai satu satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walaupun model struktural itu pun tidak hanya satu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model struktural juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba merevisi model struktural itu di sana-sini, sehingga lahirlah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaannya, dengan model struktural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transmformasiuonal yang mempunyai pendekatan dan cara yang berbeda denga linguistik struktural. Namun, kemudian model transformasi ini pun dirasakan orng banyak kelemahannya, sehingga orang membuat model lain pula, yang dianggap lebih baik, misalnya model semantik generatif, model tata bahasa kasus, model tata bahasa relasional, dan model tata bahasa stratifikasi.

1.                  Tata Bahasa Transformasi

Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari dretan bunyi yang mempunyai makna. Maka kalau begitu, tugas tata bahasa haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jelas. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu :

Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.[14]

Kedua,  tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.

2.                   Semantik Generatif

Menjelang dasawarsa tujuh  puluhan beberapa murid dan pengikut Chomsky, antara lain Postal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky, sebagai reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky, dan membentuk aliran sendiri. Kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan sebutan kaum semantik generatif. Mereka memisahkan diri karena ketidakpuasan terhadap teori guru mereka, Chomsky, bahwa semantic mempunyai eksistensi yang lain dari sintaksis, dan bahwa struktur batin tidak sama dengan struktur semantis. Menurut teori generatif semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya dengan kaidah transformasi saja. Tidak perlu dengan bantuan kaidah lain, yakni kaidah sintaksis dasar, kaidah proyeksi dan kaidah fonologi, seperti yang diajarkan Chomsky. Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantic dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik itu serupa dengan struktur logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argument dalam suatu proposisi.



Analisis kalimat kompleks didasarkan salah satu struktur logika tersebut. Misalnya kalimat “jarang ada monil murah” .



Argument adalah segala sesuatu yang dibicarakan. Sedangkat predikat itu semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainya. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha mengabstraksikan predikatnya dan menentukan argument-argumennya.



3.                   Tata Bahasa Kasus

Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karanganya yang berjudul “The Case for Case” . dalam karanganya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek dan adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.



Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba disini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus misalnya “ Jhon opened the door with the key” argumen satu Jhon berkasus “pelaku”, argumen dua Door berkasus “tujuan” dan argumen tiga key berkasus “alat”.



4.                   Tata Bahasa Relasional

Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970 – an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi mendasar dari teori sintaksis. Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. Sama halnya dengan bahasa transformasi, tata bahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini tata bahsa relasional (TR) banyak menyerang tata bahasa transformasi (TT), karena menganggap teori-teori TT itu tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris.[15]



D.    Linguistik di Indonesia

Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 pemerintahan kolonial sangat memerlukan informasi mengenai bahasa-bahasa yang ada di bumi Indonesia untuk melancarkan jalanya pemerintahan kolonial di Indonesia, disamping untuk kepentingan lain, seperti penyebaran agama Nasrani. Informasi yang lengkap dan luas mengenai bahasa-bahasa daerah itu sangat penting dalam menjalankan administrasi dan roda pemerintahan kolonial. Banyak sarjana di kirim ke pelbagai daerah untuk melakukan penelitian bahasa.

Sesuai dengan masanya, penelitian bahasa-bahasa daerah itu baru sampai pada tahap sederhana mengenai sitem fonologi, morfologi, sintaksis serta pencatatan butir-butir leksikal. Pada zaman kolonial penelitian yang dilakukan hanya bersifat observasi dan klasifikasi belum bersifat ilmiah, karena belum merumuskan teori. Namun, kalau kita lihat hasil penelitian yang dilakukan oleh sarjana seperti Van der Tuuk, Bransdstetter, Dempwolf dan Kern, tampaknya mereka telah melampaui batas tahap observasi dan klasifikasi, sebab mereka telah merumuskan sejumlah teori, misalnya, mengenai sistem bunyi bahasa-bahasa yang ada di nusantara.

Pada tahun lima puluhan konsep linguistik modern baru tiba di Indonesia. Perubahan baru terjadi, perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern dimulai sejak kepulangan sejumlah linguis Indonesia dari Amerika seperti Anton M. Moeliono dan T.W. Kamil. Kedua beliau inilah kiranya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morferm, frase dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia. Dengan adanya ini, muncul anggapan pada mereka bahwa konsep-konsep linguistik modern merusak bahasa dan pendidikan bahasa. Perkembangan waktu jauhlah yang kemudian menyebabkan konsep-konsep linguistik modern dapat diterima. Datangnya Prof. Verhaar, guru besar linguistik dari Belanda, yang kemudian disusul dengan adanya kerja sama kebahasaan Indonesia-Belanda, menjadikan studi linguistik terhadap bahasa-bahasa daerah dan bahasa nasional Indonesia semakin marak.

Pada tanggal 15 November tahun 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan.

Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang diluar negeri Indonesia. Universitas Leiden di Belanda telah mempunyai sejarah panjang dalam penelitian bahasa-bahasa nusantara. Dalam kajian bahasa nasional Indonesia di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah banyak menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.[16]

          






BAB III

KESIMPULAN

-          Sejarah dan perkembangan linguistik barat (non arab) dibagi menjadi 3 periode :

1.    Linguistik zaman yunani

2.    Linguistik Zaman romawi

3.    Linguistik Zaman pertengahan

-          Studi bahasa pada zaman yunani mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 SM sampai lebih kurang abad ke-2 M. jadi, kurang lebih sekitar 600 tahun. Masalah pokok kebahasan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu itu adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos, dan (2) pertentangan antara analogi dan anomaly.

-          Ketika bangsa Romawi menaklukan bangsa Yunani, mereka mengoper juga cara berfikir dan pendapat-pendapat bangsa Yunani tersebut. Semua istilah bahasa Yunani diterjemahkan kedalam bahasa Latin. Boleh dikatakan orang Romawi mendapat pengalaman dalam bidang linguistik dari orang Yunani, seperti telah disebutkan bahwa pada awal abad pertama Remmius Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dyonisius Thrax ke dalam bahasa latin dengan judul Ars Grammatika. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal, antara lain, Varro (116 – 27 S.M.) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.

-          Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Dari zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa, antara lain, adalah peranan kaum Modistae, Tata Bahasa Spekulativa, dan Petrus Hispanus.

-          Linguistik Strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Hal tersebut dikemukakan oleh bapak linguistik modern yaitu Ferdinan de Saussure.

-          Sekian puluh tahun linguistik struktural digandrungi sebagai satu satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa, walaupun model struktural itu pun tidak hanya satu macam. Kemudian orang pun merasa bahwa model struktural juga banyak kelemahannya, sehingga orang mencoba merevisi model struktural itu di sana-sini, sehingga lahirlah aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaannya, dengan model struktural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transmformasiuonal yang mempunyai pendekatan dan cara yang berbeda denga linguistik struktural.

-          Pada tahun lima puluhan konsep linguistik modern baru tiba di Indonesia. Perubahan baru terjadi, perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern dimulai sejak kepulangan sejumlah linguis Indonesia dari Amerika seperti Anton M. Moeliono dan T.W. Kamil. Kedua beliau inilah kiranya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morferm, frase dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia. Dengan adanya ini, muncul anggapan pada mereka bahwa konsep-konsep linguistik modern merusak bahasa dan pendidikan bahasa. Perkembangan waktu jauhlah yang kemudian menyebabkan konsep-konsep linguistik modern dapat diterima. Datangnya Prof. Verhaar, guru besar linguistik dari Belanda, yang kemudian disusul dengan adanya kerja sama kebahasaan Indonesia-Belanda, menjadikan studi linguistik terhadap bahasa-bahasa daerah dan bahasa nasional Indonesia semakin marak.



                                                                    
















DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, 2014, Linguistik Umum, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Soeparno, 2002, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kaelan, 2002, Filsafat Bahasa ( Masalah dan Perkembangannya ), Yogyakarta: Pa
radigma.
محمد داود , 2001, العربية و علم اللغة الحديث, قاهرة: دار غريب.




[1] Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2002, hlm. 11

[2] محمد داود, العربية و علم اللغة الحديث, قاهرة, دار غريب, 2001, صفحة 78.

[3] Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2014, hlm. 333

[4] Ibid., hlm. 334.

[5] Ibid., hlm. 335-337.

[6] Loc. Cit. Soeparno., hlm. 13.

[7] Op. Cit. Chaer., hlm. 338-340.

[8] Ibid. Chaer., hlm. 341-342.

[9] Kaelan, Filsafat Bahasa ( Masalah dan Perkembangannya ), Yogyakarta, Paradigma, 2002, hlm. 45.

[10] Op. Cit. Chaer., hlm. 346.

[11] Ibid. Chaer.,hlm. 351.

[12] Ibid. Chaer., hlm. 355.

[13] Ibid. Chaer., hlm. 358.

[14] Ibid. Chaer., hlm. 363.

[15] Ibid. Chaer., hlm. 373.


[16] Ibid. Chaer.,  hlm. 375-381.

0 comments:

Post a Comment

Keluarga

Keluarga
Jejak Ora Normal

keluarga

keluarga
Je Ow En