MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Kuliah
Mata
Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH /
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Secara bahasa civil
education adalah suatu usaha membekali peserta didik dengan kemampuan dan
hubungan antar warga, terutama bagi warga Indonesia. Setelah masa reformasi
rakyat Indonesia dihadapkan dengan berbagai masalah seperti masalah kemajemukan
rakyat yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, kultur, bahasa,dan agama.
Dengan kemajuan era globalisasi ini diharapkan Indonesia menjadi bangsa yang
dapat menyesuaikan dan berdiri sealiran dengan kemajuan global, menghindari
perpecahan dan disintegritas.
Disinilah dibutuhkan sikap toleransi tinggi yang dimiliki
masyarakat madani, dimana toleransi, demokrasi, pluralisme serta keterbukaan
baik secara sosial maupun politik ini menjadi pemersatu bangsa sehingga menjadi
bangsa yang besar. Sikap inilah yang dicita-citakan sebuah bangsa bagi generasi
mudanya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
tujuan PKN dalam membentuk masyarakat madani ?
2.
Apa pengertian masyarakat madani ?
3.
Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani ?
4.
Bagaimana karakteristik masyarakat madani ?
5.
Bagaimana masyarakat madani dan demokratisasi?
6.
Bagaimana masyarakat madani
di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Pendidikan kewarganegaraan
dalam membentuk masyarakat madani
Secara bahasa Civil
Education oleh sebagian pakar dijelaskan kedalam Bahasa Indonesia menjadi
Pendidikan Kewargaan ( Azra ) dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali
peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara ( Penjelasan
Pasal 39 Undang-Udang No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Tanda-tanda civil Education :
1.
Meliputi seluruh program dari sekolah
2.
Meliputi berbagai macam kegiatan mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan
tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.
3.
Menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat
obyektif hidup bernegara.
B. Pengertian
Masyarakat Madani
Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan
oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana mentri Malaysia. Menurut Anwar
Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan
kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu atau keinginan individu.[1]
Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani mempunyai ciri-ciri
yang khas: Kemajemukan budaya (multikultural), hubungan timbal balik
(reprocity), dan sikap saling memahami dan menghargai. Lebih lanjut Anwar
Ibrahim menegaskan bahwa karakter Masyarakat madani ini merupakan “guiding
ideas”, meminjam istilah Malik Bannabai, dalam melaksanakan ide-ide yang
mendasari msyarakat madani, yaitu prinsip moral, keadilan, keseksamaan,
musyawarah dan demokrasi.
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo
mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang
mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Selanjutnya Dawam menjelaskan, dasar utama dari
masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada
suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang
menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.[2]
Seiring dengan ide-ide di atas, menurut Azyumardi Azra,
masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu pada
pembentukan masyarakat berkualitas dan bertamadun (civility). Dari
pandangan di atas, Nurcholish Nadjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani
berakar dari kata “civility” yang mengandung makna toleransi, kesediaan
pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah
laku social.[3]
C. Sejarah
dan Perkembangan Masyarakat Madani
Filsuf Yunani Aristoteles ( 384-322) yang memandang civil
society sebagai sistem
kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase
pertama sejarah wacana civil society. Pada masa Aristoteles civil
society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia
politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat
langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.[4]
Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan oleh
Thomas Hobbes (1588-1679 M ) dan
Jhon Locke (1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural
sciety. Menurut Hobbies, sebagai antitesa Negara civil society mempunyai
peran untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki
kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat
pola-pola interaksi (prilaku politik ) setiap warga Negara. Berbeda dengan Jhon
Locke, kehadiran civil
society adalah
untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.[5]
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan
konteks social dan politik di Skotlandia. Ferguson, menekankan visi etis pada civil
society dalam kehidupan social. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh
dampak revolusi industri
dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai
wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga
Negara, bahkan dia dianggap sebagai antitesa Negara. Menurut pandangan ini
Negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep Negara yang absah, menurut mazhab ini, adalah
perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna sesuatu masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk
mengatur kehidupan warganya sendiri.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh GWF. Hegel (1770-1837 M), Karl Marx
(1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Dalam pandangan ketiganya civil
society merupakan elemen ideologis kelas dominan.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi
terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville
(1805-1859 M). Pemikiran
Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan
Negara. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan
kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang
kuat.[6]
D.
Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia
menghajatkan unsur-
unsur sosial yang menjadi prasayarat terwujudnya tatanan masyarakat madani.
Faktor- faktor tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Beberapa
unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah: Wilayah publik yang
bebas( free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism ), dan
keadilan social (social justice).
1. Adanya Wilayah Publik yang Luas
Free public sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk
mengemukakan pendapat warga masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga
Negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik tanpa
rasa takut dan terancam oleh kekuatan – kekuatan di luar civil society.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah prasayarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil
society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin
terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang
bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.
3. Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan pendapat.
4. Pluralisme
Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasayarat lain bagi civil
society . Pluralisme tidak hanya
dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima kenyataan sosial yang
beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan
perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif
bagi kehidupan masyarakat.
5. Keadilan social
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian
yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh
aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan. Dengan
pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah
satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongsn tertentu.[7]
E. Masyarakat Madani dan Demokratisasi
Masyarakat
madani yang dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan
kesejajaran hubungan antar warga negara dengan negara atas dasar prinsip saling
menghormati. Masyarakat madani yang tidak hanya bersikap dan berperilaku
sebagai citizen yang memiliki hak dan kewajiban, namun juga harus
menghormati dan memperlakukan semua warga negara sebagai pemegang hak dan
kebebasan yang sama.
Hubungan antara
masyarakat madani dengan demokrasi, menurut Dawam bagaikan dua sisi mata
uang yang keduanya bersifat
ko-eksistensi. Artinya, hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi
dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil
society dapat berkembang secara wajar.
Menurut
Nucholish Madjid, masyarakat madani merupakan “rumah” persemian demokrasi.
Perlambang demokrasinya adalah pemilihan umum (pemilu) yang bebas dan rahasia.
Namun, demokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi
harus mempunyai “rumah” maka rumahnya adalah masyarakat madani.
Kuatnya
hubungan antara masyarakat madani dengan demokratisasi, sehingga masyarakat
madani dapat dijadikan sebagai solosi dalam mengatasi permasalahan dalam
menjalankan demokrasi. Selain itu, dapat juga dipakai sebagai cara pandang
untuk memahami universalitas fenomena demokratisasi diberbagai kawasan dan
negara.
Larry Diamond,
menyebutkan secara sistematis ada 6 konstribusi masyarakat madani terhadap
proses demokrasi, yaitu:
Ø Masyarakat
madani menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral
untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara.
Ø Pluralisme
dalam masyarakat madani bila diorganiser akan menjadi dasar yang penting bagi
persaingan demokratis.
Ø Memperkaya
partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan.
Ø Ikut menjaga
stabilitas negara.
Ø Tempat
menggamleng pimpinan politik.
Ø Menghalangi
dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
Dalam
masyarakat madani, warga negara mempunyai posisi sebagai pemilik kedaulatan dan
hak untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat. Oleh
karena itu diperlukan adanya ruang publik yang bebas, sehingga setiap individu
masyarakat madani memiliki kesempatan untuk memperkuat kemandirian dan
kemampuannya dalam mengelola wilayah. Kemandirian yang mampu direfleksikan
dalam seluruh ruang kehidupan politik, ekonomi, dan budaya.[8]
Menurut Arief,
proses pemberdayaan antara masyarakat madani dengan demokrasi akan terjadi jika:
Ø Berbagai
kelompok masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik
pada tingkat negara ataupun masyarakat.
Ø Jika posisi
kelas tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang
berarti juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan
ketidakadilan.
Berkaitan
dengan demokrasi ini, M. Dawam Rahardjo menyatakan ada beberapa asumsi yang
berkembang :
Ø Demokrasi bisa
berkembang apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan
dari dalam atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara atau
melalui proses pemberdayaan ( termasuk oleh pemerintah ).
Ø Demokratisasi
hanya bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa
mengurangi efektivitas dan efisiensi institusi melalui interaksi , perimbangan
dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dengan pemerintah
sendiri.
Ø Demoratisasi
bisa berkembang dengan meningkatkan kemandirian atau independensi masyarakat
madani dari tekanan dan kooptasi negara.[9]
F. Masyarakat Madani Di Indonesia
Masyarakat madani jika dilihat secara
sekilas merupakan format kehidupan alternatif yang mengedepankan semangat
demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Hal ini
diberlakukan ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak bisa
menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dalam menjalankan roda
pemerintahannya. Oleh karena itu, konsep masyarakat madani menjadi alternatif
pemecah, yaitu dengan pemberdayaan dan penguatan kebijakan-kebijakan pemerintah
yang nantinya terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan dan
menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai hak-hak asasi manusia.
Berbicara tentang berkembanganya
masyarakat madani di Indonesia diawali dengan adanya kasus-kasus pelanggaran
HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat, dan kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat dimuka umum. Hal inilah yang menyebabkan munculnya
berbagai lembaga-lembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian dari
social control.[10]
Sejak zaman
Orde Lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi
manipulasi peran serta masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegomoni
sebagai alat legitimasi politik. Kemudian pada masa orde baru , pengekangan
demokrasi dan penindasan terhadap hak asasi manusia semakin terbuka.
Salah satu
contoh yang bisa kita lihat, banyaknya terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat
oleh penguasa dengan alasan untuk pembangunan. Selain itu, di Indonesia pada
era orde baru ini banyak terjadi tindakan-tindakan anarkhisme yang dilakukan
oleh masyarakat Indonesia sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia pada
saat itu belum menyadari pentingnya toleransi dan semangat pluralisme.
Oleh karena
itu, Indonesia ini membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara
komprehensif agar memiliki wawasan dan
kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai Hak
Asasi Manusia.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan
masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1.
Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
2.
Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
3.
Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4.
Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
5.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
6.
Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.[11]
Menurut Dawam,
ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi
memberdayakan masyarakat madani:
1) Strategi yang lebih
mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa
sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
2) Strategi yang lebih
mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan
bahwa untuk membangun demokrasi tidak perlu menunuggu rampungnya tahap
pembangunan ekonomi.
3) Strategi yang memilih
membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearahndemokratisasi.[12]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan
kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan
dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara
serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan negara ( Penjelasan Pasal 39 Undang-Udang No 2 Tahun
1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Menurut Anwar
Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Dan dasar utama dari
masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu
pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Beberapa unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani
adalah: Wilayah publik yang bebas( free public sphere), demokrasi, toleransi,
kemajemukan (pluralism ), dan keadilan social (social justice).
Menurut Dawam,
ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi
memberdayakan masyarakat madani:
Ø Strategi
yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini
berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
Ø Strategi
yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan
bahwa untuk membangun demokrasi tidak perlu menunuggu rampungnya tahap
pembangunan ekonomi.
Ø Strategi
yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearahndemokratisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyrakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Hidayat, Komaruddin dan Azyumari Azra. 2006. Demokrasi, Hak Asasi Manusia,dan
Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia
Foundation.
Ubaidillah, A, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan (
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani). Jakarta: IAIN Jakarta Press.
http://rinawssuriyani.blogspot.com/2012/04/karakteristik-masyarakat-madani.html(05/06/2015)
[1]. Komaruddin Hidayat dan Azyumari
Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia,dan Masyarakat Madani ( Jakarta :
ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation, 2006 ), p. 302.
[2].
Ibid., pp.303-304.
[3]. Ibid., p.304.
[4]. Ibid., p.306.
[5]. Ibid., pp.306-307.
[6]. Ibid., p.309.
[7]. Ibid., pp.315-317.
[8]. Ibid., pp.252-253.
[9]. Ibid., pp.255-256.
[10]. Ibid., p. 256.
[11]. http://rinawssuriyani.blogspot.com/2012/04/karakteristik-masyarakat-madani.html
[12]. A.
Ubaidillah, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan ( Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani), (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000)., pp.156-157.
0 comments:
Post a Comment